Jumat, 22 Juli 2011

Selamat Jalan Afra (cerita seorang kawan)

Angin berhembus menyibakkan air-air yang ada di sungai depan asramaku, masih tak percaya aku dengan kabar yang aku dengar barusan.
***
“Wa’alaikumsalam, Mi ini Nafhan.”
“Iya, Mi. Alhamdulillah ujiannya lancar. Kabar Umi sama keluarga gimana ?”
“Hah ? Afra sakit Mi ? sakit apa ?”
“DBD ? kok bisa Mi ?” Umi Nafhan terdiam sejenak .
 “Apa ? Masa  kritis ? Masya Allah...” Air mata Nafhan menetes tanpa ia sadari.
“Iya Mi, pasti Nafhan do’ain ,Umi yang sabar ya”
“Wa’alaikumsalam” Umi Nafhan langsung mengakhiri pembicaraan singkat dengan anaknya setelah mengucapkan salam. Nafhan sedih mendengar uminya terisak nangis. Nafhan memang baru menyelesaikan Ujian Nasional disekolahnya. Sebelum ujian uminya berpesan agar segera mengabarkan uminya setelah ia selesai ujian,itu sudah ia laksanakan namun setelah ia menelpon uminya ia mendengar kabar yang membuat ia sangat khawatir,Afra adiknya dalam kondisi kritis. Nafhan teringat dirinya belum menunaikan shalat Dhuha. Segera ia langkahkan kaki menuju masjid yang dekat dengan asramanya.
Seusai Nafhan shalat Dhuha ia meneruskan rutinitasnya memuroja’ah hafalannya agar hatinya lebih tenang, tak lupa ia do’akan keluarganya terutama Afra sang adik yang sedang kritis. Nafhan tertidur saat ia sedang mengulang hafalannya,
Keharmonisan, kesejahteraan serta keakraban tercipta dalam taman yang begitu indah, kebahagiaan sangat terpancar dari setiap orang yang ada di taman samping rumahku itu. Semua anggota keluargaku ada di sana, termasuk adikku yang dikabarkan sakit, ia sangat terlihat ceria. Aku senang melihatnya kembali sehat dan ceria. Namun Afra pergi meninggalkan kami anehnya tak ada yang meyadari ia pergi selain aku. Aku mengikuti kemana ia melangkahkan kaki, ia terus melangkahkan kakinya menuju kamarnya . Afra masuk ke kamarnya, dan aku menunggu didepan pintu kamarnya. Lama sekali ia tak kunjung keluar aku tetap sabar menunggunya, hingga akhirnya ia keluar dari kamarnya, tetapi... mengapa ia menggunakan pakain yang serba putih wajahnya juga tak seceria tadi, ia menatap lurus kedepan dan berjalan terus entah akan kemana,aku terus mengikutinya. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah makam yang sangat asing bagi Nafhan, baru kusadari ternyata makam itu ada ditengah hutan yang sangat sepi dan hanya ada aku dan adikku. Dengan segala kebingunganku akan apa yang akan adikku lakukan akhirnya aku memanggilnya.
“Afraa...kamu mau kemana dek ?” ia acuhkan panggilanku.
“Dek, kamu mau kemana ini sudah malam, ayo kita pulang” panggilku lagi.
“Aku ingin pulang A’.”jawabnya sambil menunjuk ke arah makam tersebut
“Dek, rumah kita disana bukan disini,”
“Aa’ sekarang rumah Afra disini, kita sudah berbeda dunia A’, sampaikan salam Afra untuk Umi, Abi serta keliuarga yang lainnya ya A’. Afra yakin insya Allah nanti kita dipertemukan kembali di Syurga-Nya” Afra memalingkan wajahnya dari ku dan terus berjalan menuju makam tersebut.
“Tapi Dek...”sebelum aku selesai berucap ia sudah menghilang entah kemana.
Aku berjalan menuju makam tersebut dan aku kaget setengah mati saat membaca tulisan yang ada di makam tersebut ‘Afra Tsabita wafat 28.03.2022’. Ini tidak mungkin ! Adikku ada dirumah, tak kuasa aku menahan air mata ini. Aku berlari sekencang mungkin menuju rumahku, aku terheran saat melihat rumahku ramai dengan orang-orang ada yang aku kenal dan ada juga yang tidak aku kenal, Ya Rabb apa yang terjadi sebenarnya ? Aku terus berjalan menuju ruang tengah dan tangisku sudah tak sanggup aku tahan saat aku melihat tubuh mungil adikku yang terbungkus rapih dengan kain kafan berwarna putih, semua orang menantapku kasihan, Abiku menghampiriku dan memberiku kekuatan.
“Han, Nafhan bangun... kamu kenapa ?” Jihad membangunkan Nafhan hingga Nafhan terbangun dari tidurnya.
“Kamu kenapa han ? Mimpi buruk ?” Jihad menanyakan lagi kepada Nafhan, Nafhan hanya bisa mengangguk. Jihad pergi sejenak untuk mengambilkan Nafhan minum.
“Han, minum dulu nih biar tenang”
“Makasih,”
“Iya sama-sama. Mimpi apa tdi han ?”
“ya gitu deh, mimpi  buruk nggak boleh diceritain. Jajan yuk !”
“Hussh shalat dulu sana ! kan kamu belum shalat dzuhur.”
“Oh iya ya, yaudah tungguin ya aku shalat dulu”
“siiip deh ”
Tak lama kemudian Nafhan dan Jihad pergi menuju kantin untuk makan siang, mereka berdua memesan satu mangkok bakso. Mereka menyantap bakso dengan lahap sambil berbincang-bincang dan memandangi pemandangan gunung kuda yang tak kalah indah dengah gunung ciremai. Nafhan sudah berencana akan mencuci pakaian kotornya seusai ia makan siang bersama Jihad. Suasana beruabah seketika saat melihat Ustadz Faris datang menghampiri Nafhan dan Jihad, Ustadz Faris terkenal galak dan ia juga sangat disegani oleh para santri disini. Entah apa yang Nafhan perbuat sehingga Ustadz Faris mencari  dan menghampirinya hingga ke kantin.Nafhan hanya bisa menundukkan kepala.
“Han, pakde kamu sekarang lagi dijalan mau jemput kamu, kamu siap-siap ya”
“Hah ? Saya dijemput ustadz ? kenapa saya ga dikasih tau ya Tadz ?”
“Ustadz tidak tahu, tadi Abi kamu telepon ustadz terus minta tolong kamu dikasih tau bahwa pakde kamu sedang menuju  ke sini”
“Oh iya deh Tadz nanti kalau Pakde saya dateng saya langsung pulang. Makasih ya Tadz atas Informasinya, saya kira ustadz nyari saya mau menyampaikan kasus, hehe”
“Kamu kira saya mau nyidang kamu ya ?” Canda dan tawa pun menghiasi pertemuan singkat kami. Baru kali ini Nafhan dan Jihad melihat senyum Ustadz Faris, sebenarnya ustadz Faris itu ustadz yang baik dan tegas tentunya namun terkadang kata-katanya yang sering membuat hati orang sakit. Nafhan dan Jihad segera meninggalkan kantin setelah membayar  makanan yang tadi mereka makan. Nafhan sangat terlihat khawatir dan gelisah. Jihad mecoba menghiburnya.
“Enak ya yang mau pulang,” sindir Jihad.
“Enak sih enak tapi aku khawatir nih Had, kenapa aku disuruh pulang mendadak begini ya,”
“Berdo’a aja Han, biar nggak terjadi apa-apa. Kekamar yuuk !” ajak jihad.
“Yuk !”                                    
Langkah Nafhan terlihat berat, dan kegundahan masih menyelimuti hati Nafhan. Nafhan teringat akan rencana mencuci pakaian kotornya, Ia bergegas menuju kamar mandi untuk segera mencuci pakaiannya. Ia pun memulai menghilangkan para kuman yang ada dibaju kotornya itu setelah selesai dihlangkan para kumannya di rendamlah pakaiannya itu dengan pewangi agar wangi dan harum, Nafhan menunggu beberapa saat agar harum menyerap ke dalam pakaiannya setelah itu baru ia akan menjemurnya, satu per satu bajunya ia jemur sampai akhirnya celana putih miliknya yang terakhir dijemur. Selesailah kegiatan mencucinya. Namun saat ia akan kembali ke kamarnya celana putih yang tadi ia cuci bersih tertiup angin dan jatuh ke tanah sehingga kotor. Nafhan berfirasat buruk,’ada apa ? apa yang terjadi’ hati kecilnya berkata. Namun ia segera membuang jauh-jauh firasat buruk itu dan segera mengambil celana putih miliknya untuk kembali dibilas. Setelah ia bilas kembali ia jemur celana putihnya.
Nafhan langsung berlari menuju kamar musyrifnya,
Tok...tok...tok...
“Masuk...”
“Assalamu’alaikum Kak,”
“Wa’a;ailumsalam Nafhan, ada apa ?”
“Kak, saya boleh pinjam hp sebentar nggak ?”
“Oh iya boleh-boleh, kamu kenapa Han ?”
“Nggak apa-apa kok kak,” jawabku dengan suara panik.
Setelah Kak Faiz meminjami Nafhan hp, ia langsung menghubungi Uminya kembali. Awalnya tersambung namun tak ada jawaban dari sana. Bathin Nafhan berkata ‘Umi angkat dong,Nafhan nggak tenang nih’. Tetap tak ada jawaban sehingga adzan Ashar berkumandang.
Hari sudah mulai sore, matahari seolah tak ingin muncul dari balik awan, langit terlihat sangat mendung. Begitupun dengan hati Nafhan yang belum juga tenang, seperti biasanya sehabis ashar Nafhan dan teman-teman yang lainnya menjalani rutinitas Tahfidz. Saat Nafhan mencoba menenangkan dirinya dengan cara menghafal Al-Qur’an dengan Khusyuk Fathan memanggilnya.
“Han, ada yang nyariin kamu tuh,”Ucap Fathan kepada Nafhan dengan nafas sedikit tersenggal-senggal, mungkin capek habis lari.
“Siapa ?” seolah Nafhan sudah tau siapa yang mencarinya.
“Katanya sih Pakde kamu Han,” Ternyata dugaan  Nafhan benar, Pakdenya sudah datang menjemput ia pulang.
“Dimana Than ?”
“Tuh,di tempat parkir.” Sambil menunjuk ke arah parkiran.
“Makasih ya.”
“Iya sama-sama”
Al-Qur’an yang sedari tadi Nafhan pegang tiba-tiba jatuh, dan tanpa sadarkan diri aku kembalikan ketempat semulanya,Nafhan langsung menghampiri Pakdenya di tempat parkir. Nafhan melihat ada sesuatu yang berbeda di raut wajah Pakdenya. Seperti habis menangis.
“Pakde kenapa ?”
“Nggak kenapa-kenapa kok Han,”
“Pakde, kenapa sih Nafhan disuruh pulang ?”
“ngg...itu, itu teteh mau liburan sama kamu, baru pulang dari Thailand,”
“Teteh ? kok pulang ? emang libur ?”
“iya katanya Teteh ngambil cuti buat liburan bareng keluarga,”
“Oh gitu ya Pakde,”
“Yaudah kamu siap-siap dulu sana !”
“Iya Pakde,”
Nafhan bergegas ke kamarnya untuk berkemas. Tapi... tas Nafhan entah ada dimana. Tak ada waktu untuk mencarinya, Akhirnya Nafhan meminjam tas Jihad.
“Jihad pinjem tasnya ya,”
“iya silahkan, hati-hati ya Han dijalan.”
“yang seharusnya hati-hati itu sopirnya Had,”
“yeee dasar nih anak masih aja sempet jayus.”
“hehe yaudah, Jihad salam ya buat yang lain. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam,” jawab Jihad
Aku bergegas pergi menuju parkiran,
“Ayo Pakde berangkat,”
“Ayo,”
Mereka memulai perjalanan menuju rumah Nafhan, dan benar sekali Pakde tidak mengada-ada Teh Hanifah ada didalam mobil sedang duduk manis, di perjalanan mereka berbincang-bincang, perbincangan mereka dipenuhi canda dan tawa. Keadaan mobil sangatlah sepi, semuanya tertidur mungkin karena kelelahan hanya Nafhan dan Pakde yang sedang menyetir yang tidak tertidur. Beberapa saat kemudian terdengar dering hp Pakde, Pakde menerimanya. Nafhan pun mendengar percakapan Pakdenya dengan sang penelepon.
“Wa’alaikumslam, masih dibandung nih, macet total.”
“Nafhan udah dijemput, nih ada di di mobil, emang kenapa, Kang ?”
“Udah dikuburin ? terus gimana Nafhannya ?” Pakde sudah tak kuasa menahan air matanya. Satu per satu menetes. Bathin Nafhan semakin tak tenang, ‘Dikubur ? siapa yang meninggal ?’ begitulah pertanyaan didalam hati Nafhan. Air mata Nafhan ikut menetes entah mengapa air matanya langsung deras meski ia belum tahu siapa yang meninggal. Bukan hanya Nafhan dan Pakdenya yang menangis semua yang ikut serta dalam mobil tersebut ikut menangis. Pakde menyodorkan hp nya kepadaku.
“Han, yang sabar ya !” suaranya terisak. Nafhan mengambil hp dari Pakde, dan penelepon itu adalah Abinya Nafhan.
“Nafhan sabar ya,”
“Kenapa Bi ? siapa yang meninggal ?” tangis Nafhan semakin menjadi-jadi.
“Adik kamu, Afra sudah kembali ke pangkuanNya A’ yang sabar ya,maafin Abi ya A’ nggak bisa nunggu kamu takut kelamaan kasian jasad Afra, ikhlaskan dia ya A’ biar Afra tenang disana.”
Nafhan tak mampu berkata apa-apa, air mata tak kuasa ia bendung. Semuanya tak berarti lagi Ia menangispun tak ada gunanya karena tak akan bisa membuat Afra kembali lagi ke dunia ini, Nafhan teringat masa-masanya bersama sang adik. Pastinya Nafhan sangat kehilangan senyum manis sang adik yang kini tak akan pernah lagi Nafhan liat. Nafhan teringat akan  mimpinya siang tadi, ternyata mimpi itu memang kenyataan dan celana putih miliknya yang siang tadi jatuh ternyata bertepatan dengan hembusan terakhir nafas Afra Tsabita sang adik terkasihnya. Kini Afra telah tiada, Afra telah kembali kepada Sang Pemilik. Dan batu nisan dalam mimpi Nafhan itu benar tanggal dimana Afra kembali kepadaNya.
***
Selamat jalan Afra Tsabita....
Dan siapa aku sebenarnya ? Aku adalah Qonita Mufidah salah satu sahabat dari Nafhan Azzami, aku cukup dekat dengan Afra dan aku sempat sangat kehilangannya, aku harap sahabatku itu diberi ketabahan serta kesabaran dalam menghadapi segala cobaan yang Allah SWT berikan kepadanya. Kini Nafhan Azzami telah menjadi seorang yang sukses dan Hidup bahagia dengan keluarga kecilnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ingat waktu ya ^_^

Hamster ku